FORBIS.ID, Ponorogo– Pagi itu, Ahad, 29 Juni 2025, saya menyempatkan diri untuk menyambangi salah satu anggota Forbis sekaligus Pengurus Forbis IKPM Gontor yang berdomisili di Sragen. Namanya Irwan Budi, Alumni Gontor tahun 2008. Irwan juga ternyata ketua marhalah (angkatan) 2008. Banyak angkatan 2008 ini yang bergabung di Forbis dan menjadi pengusaha sukses, diantaranya M Khoirul Huda asal Ngawi, Budi Tristanto asal Madiun, Fajrul Aryadi asal Ponorogo, Ripaniko asal Tasilmalaya dan lainnya.
Perjalanan menuju pesantrennya memakan waktu sekitar 20 menit dari stasiun Sragen yang berada tepat di belakang Mesjid Jami Al Falah Sragen. Saya penasaran dengan sosok Irwan yang saat ini mendedikasikan waktu dan hidupnya untuk membangun pesantren tahfidh quran sekaligus punya mimpi mencetak generasi yang punya mental dan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).
Didikan Keras dari Ayah, Sepeda Ontel yang Menjadi Titik Balik
Irwan adalah anak dari seorang pengusaha sukses asal Karanganyar, Solo. Namun, berbeda dengan gambaran umum anak pengusaha, Irwan tumbuh dengan tempaan keras dan penuh prinsip. “Waktu kuliah di UMS, teman-teman saya bawa motor dan mobil. Saya cuma dikasih sepeda ontel,” kenangnya sambil tertawa kecil. “Uang bulanan juga pas-pasan, padahal bukan karena tidak mampu.”
Tapi justru dari keterbatasan itulah mental baja dibentuk. Di Gontor, Irwan tak canggung ditempatkan di bagian penggilingan padi (slep) dan pembangunan pondok saat masa pengabdian. Semua itu, kata Irwan, adalah batu asah karakter yang kelak sangat ia syukuri.
“Kalau dulu saya dimanjakan, mungkin saya tidak akan seperti sekarang,” ujarnya.
Berbisnis Sejak Muda, Jatuh Bangun yang Mendidik
Setelah menyelesaikan kuliah, Irwan tak menunggu peluang datang. Ia menciptakan peluang. Toko bahan bangunan menjadi langkah awal, lalu merambah ke jasa konstruksi dan arsitektur. Ia bahkan sempat sukses besar di bidang peternakan sapi, meskipun akhirnya harus menelan kerugian besar.
Namun jatuh, bagi Irwan, bukan akhir. “Rugi di bisnis sapi itu menyakitkan, tapi saya tidak menyesal. Itu bagian dari sekolah kehidupan,” katanya.
Kini, Irwan dikenal sebagai pengusaha muda yang tangguh dan visioner. Unit usahanya tak hanya berkembang, tapi juga ia arahkan untuk satu tujuan: membiayai Pesantren Arraudhoh, pesantren yang ia dirikan di sebelah rumahnya di Sragen.
Pesantren Arraudhoh: Tahfidz dan Jiwa Mandiri
Di atas lahan wakaf yang sudah diikrarkan, Irwan mendirikan Pesantren Arraudhoh Sragen. Pesantren ini bukan sekadar tempat menghafal Al-Qur’an. Di sana, santri juga dibentuk menjadi pribadi mandiri, bermental pengusaha, dan kuat dalam akhlak serta visi hidup.
Saat ini, 23 santri mukim belajar secara gratis, ditanggung penuh oleh Irwan. Dari makan hingga buku, dari listrik hingga pembangunan. Semua diambil dari hasil usaha toko bangunan, pom bensin milik keluarga, gas elpiji, dan jasa konstruksinya. Bahkan, Irwan berencana mewakafkan seluruh unit usaha itu demi masa depan pesantren.
“Kalau pesantren ini bisa terus berdiri dan melahirkan generasi Qur’ani yang mandiri, itu cukup. Saya tidak perlu apa-apa lagi,” ucapnya dengan mata yang tampak berkaca-kaca.
Dulu Anak Nakal, Kini Pembangun Generasi
“Saya dulu anak nakal,” kata Irwan jujur. “Lingkungan saya dulu kurang baik. Tapi Allah beri jalan lewat Gontor, lewat didikan keras ayah saya. Dan sekarang saya bersyukur bisa punya lingkungan yang membentengi.”
Irwan membuktikan bahwa keberhasilan bukan hanya soal kecerdasan atau kekayaan, tapi tentang ketangguhan karakter, keikhlasan niat, dan kemauan untuk memberi lebih dari yang diterima.