Catatan ~Husain Sanusi

Suara Kedamaian dan Persatuan Indonesia dari Gontor di Tengah Tensi Tinggi Politik

Suara Kedamaian dan Persatuan Indonesia dari Gontor di Tengah Tensi Tinggi Politik Tajammu dan jalan Sehat 100 Tahun Pondok Modern Gontor - foto oleh: IG @pondok.modern.gontor

FORBIS.ID– RASANYA bukan hal mudah mengkonsolidasi sebuah kekuatan besar dalam satu tempat di jantung ibukota Indonesia tanpa embel-embel identitas politik di tengah situasi konstelasi politik Indonesia yang sedang bertensi tinggi.

Namun Keluarga Besar Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) mampu meredam total seluruh identitas politik, kepentingan kelompok, golongan, ormas, partai politik apalagi kepentingan pribadi di hajatan peringatan Milad 100 Tahun Gontor.

Menurut catatan panitia ada kurang lebih 50 ribu orang, sementara media mainstream menulis lebih banyak lagi dengan menyebut 65 ribu orang terlibat dalam Tajammuk dan Jalan Sehat (TJS) 100 Tahun Gontor di Monas, Jakarta, Minggu 22 Oktober 2023 lalu.

BACA: https://kumparan.com/kumparannews/65-ribu-alumni-rayakan-100-tahun-gontor-di-monas-21QaHGJzKze

Pasangan Capres-Cawapres atau Partai Politik mana yang tidak tergiur menjadi sponsor acara dengan kumpulan massa sebesar itu di tengah upaya gencar mereka yang sedang intens melakukan kerja elektoral untuk menjadi penguasa nomor wahid di negeri ini?

Apalagi suara kaum pesantren dan santri sedang menjadi primadona untuk diperebutkan. Tercermin lewat safari-safari politik Capres-Cawapres ke beberapa pesantren.

Pimpinan Pondok Modern Gontor menghadiri acara tajammu dan jalan sehat 100 tahun Gontor.
Pimpinan Pondok Modern Gontor menghadiri acara tajammu dan jalan sehat 100 tahun Gontor.

Di saat bersamaan, Gontor justru berstatemen tegas menolak kunjungan Capres-Cawapres selama musim Pemilu.

BACA: https://www.viva.co.id/edukasi/1649463-tidak-berpolitik-praktis-ponpes-gontor-tolak-kunjungan-capres-cawapres

PMDG mampu mengorkestrasi hajatan bersejarah peringatan usia 100 tahun miladnya dengan tetap berpegang teguh pada nilai sakral sebagai sebuah lembaga pendidikan pesantren yang tetap “Berdiri di Atas dan untuk Semua Golongan”.

Tak berlebihan kiranya mengapresiasi setinggi-tingginya kepada sekelompok anak muda alumni Gontor berkolaborasi dengan alumni senior yang tergabung dalam Kepanitiaan TJS 100 Tahun Gontor di Monas yang telah mengorganisir acara ini hingga tetap pada koridor nilai-nilai Gontori.

Pengamatan saya dari exsposure media-media mainstream yang meliput TJS 100 Tahun Gontor di Monas memang ada beberapa narasi yang ingin mengaitkan kegiatan ini dengan situasi politik Indonesia.

Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor
Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor

Hal ini lumrah terjadi, sebab bagi media-media mainstream tidak akan menarik meliput kegiatan 100 Tahun Gontor dari sisi seremonialnya saja tanpa ada angle mengaitkan dengan situasi politik dalam negeri.

Apalagi kegiatan ini dihelat di saat bersamaan dengan peristiwa-peristiwa menentukan menjelang transisi pergantian pemimpin Indonesia.

Meski demikian, Gontor bukan berarti anti terhadap politik. Lukman Hakim Saifuddin, tokoh alumni Gontor mantan Menteri Agama Republik Indonesia menggambarkan dengan sangat apik sikap Gontor secara kelembagaan terhadap politik.

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, Gontor sebagai institusi kelembangan Islam tidak berpolitik, sesuai mottonya ‘Di Atas dan Untuk Semua Golongan’ dan ‘Menjadi Perekat Umat’.

Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor
Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor

Politik dalam praktiknya ada dua jenis. Pertama adalah low politic (politik rendah), yakni politik praktis-pragmatis. Kedua, high politic (politik tingkat tinggi) yakni politik nilai, politik yang membawa nilai-nilai substantif – universal.

“Jangan dianggap kalau Gontor tidak berpolitik itu artinya apolitik, enggak juga, yang tidak berpolitik itu politik praktisnya, tapi Gontor tetap mengusung politik tingkat tinggi, politik nilai,” kata Lukman Hakim Saifuddin.

“Saya khawatir nanti Gontor seakan-akan apolitis, itu juga enggak begitu, jadi politik praktis pragmatis yang tidak dilakukan, itu silakan diserahkan ke partai politik politisi yang disitu medan perjuangannya. Gontor di high poltic yang nilai-nilai itu,” imbuhnya

Bahkan Gontor lewat pernyataan Rektor Universitas Darussalam, Prof. Dr. K. H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil, memberikan guidence kepada masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin Indonesia.

Ustadz Hamid Fahmy Zarkasy dengan tegas menyatakan, Gontor bukan lembaga politik, tapi lembaga pendidikan.

Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor
Keseruan Tajammu dan jalan sehat 100 tahun pondok modern Gontor

“Kalau pesan dari saya secara pribadi, umat Islam itu diajari untuk memilih sesuatu yang terbaik. Ada dua pilihan dalam Islam, baik dan buruk, tidak ada yang abu-abu maka pilih yang terbaik, untuk itu masyarakat harus cerdas,” kata Hamid.

Oleh karena itu menurut Ustadz Hamid Fahmy, dalam memilih pemimpin maka pelibatan ilmu pengetahuan diperlukan agar tidak sampai salah memilih.

“Memilih yang terbaik dengan ilmu pengetahuan, kalau ingin memilih secara benar pakailah ilmu pengrtahuan supaya Anda tidak salah memilih,”

BACA: https://jakarta.tribunnews.com/2023/10/22/soal-kriteria-pemimpin-di-2024-ponpes-gontor-ingatkan-masyarakat-gunakan-ilmu-agar-tak-salah-pilih

Maka tak heran di acara TJS yang berlangsung di Monas kemarin ada penandatangan petisi di atas spanduk besar untuk menyuarakan sebuah pesan “100 Tahun Gontor untuk Kedamaian dan Persatuan Indonesia”

Begitulah cara Gontor mengajari kita semua, dengan cara memberikan suri tauladan baik kepada umat dan bangsa Indonesia tercinta.

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip ungkapan indah dari KH. Hasan Abdullah Sahal, yang disampaikan dengan rasa haru dan berapi-api saat berpidato di depan ribuan Keluarga Besar Gontor di Monas.

“Oh pondokku, engkau berjasa pada ibuku Indonesia. 100 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor merawat kedamaian untuk persatuan Indonesia,”

“Kita amat bersyukur, karena Gontor telah berjuang bersama dan untuk Indonesia dari zaman penjajahan, kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga era modern seperti sekarang,”

“Alhamdulillah kita tetap eksis, berjalan dengan al muhafazotu alal qiyam, wa tagyir ilal kamal, atau tetap menjaga pada nilai-nilai yang telah ada, dan mengadakan perkembangan dan pengembangan menuju kesempurnaan,”

“Melalui jalan yang sedemikian rupa, hari ini kita bersyukur bisa bertemu dengan anak dan cucu Gontor dalam keadaan sehat. Mudah-mudahan kita tidak lupa caranya bersyukur, dan tetap pandai untuk bersyukur”.

BACA: https://www.tribunnews.com/matalokal/2023/10/23/peringatan-100-tahun-gontor-puluhan-ribu-alumni-tandatangani-petisi-kedamaian-persatuan-indonesia.