Inspirasi ~FORBIS IKPM Gontor

Mengenang Sejarah Berdirinya Gontor Serta Mengenal Trimurti Generasi Pertama Sebagai Pendiri

Mengenang Sejarah Berdirinya Gontor Serta Mengenal Trimurti Generasi Pertama Sebagai Pendiri

Forbis.id –  Sejarah yang membentuk kejayaan sebuah institusi seringkali merangkum perjalanan panjang dan perjuangan mendalam. Begitu pula halnya dengan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), yang berakar dari titik awal yang jauh sebelumnya. 

Dalam artikel ini, kita akan Membahas perjalanan yang menarik dari cikal bakalnya hingga menjadi salah satu lembaga pendidikan terkemuka di Indonesia serta mengenang Keberadaan Trimurti sebagai tonggak awal berdirinya Gontor

Pondok Tegalsari dan Gontor Lama

Segalanya dimulai pada tahun 1680, ketika Kyai Ageng Muhammad Hasan Besari mendirikan Pondok Tegalsari di Desa Jetis Ponorogo. Pondok ini menjadi magnet bagi ribuan santri dari berbagai penjuru nusantara. Namun, pada pertengahan abad ke-19, Pondok Tegalsari mengalami kemunduran di bawah kepemimpinan Kyai Hasan Khalifah.

Kyai Hasan Khalifah kemudian mempercayakan putrinya, Nyai Sulaiman, dan menantunya, R.M. Sulaiman Djamaluddin, untuk mendirikan pesantren baru. Inilah awal mula dari Pondok Gontor Lama, yang berdiri dengan 40 santri di tengah hutan yang sering menjadi tempat persembunyian para perampok.

Pondok Modern Darussalam Gontor

Setelah melalui berbagai pengalaman dan pendidikan di pesantren tradisional serta lembaga modern, tiga putra dari keluarga Sulaiman akhirnya kembali ke Gontor pada tahun 1926. Pada tanggal 20 September 1926, mereka mengumumkan berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, yang dikenal sebagai PMDG.

Trimurti Pendiri PMDG terdiri dari Ahmad Sahal, Zainudin Fananie, dan Imam Zarkasyi. Mereka memiliki latar belakang pendidikan yang beragam, mulai dari sekolah Belanda hingga sekolah-sekolah Islam. Karya dan kontribusi mereka membentuk landasan kokoh bagi PMDG.

Trimurti Generasi Pertama

KH Ahmad Sahal

KH Ahmad Sahal, lahir di desa Gontor Ponorogo pada 22 Mei 1901, merupakan putra kelima dari Kyai Santoso Anom Besari. Beliau menempuh pendidikan di berbagai pondok pesantren terkemuka sebelum melanjutkan studi di sekolah Belanda Algemeene Nederlandsch Verbon pada tahun 1919-1921.

Pengalaman beliau dalam organisasi Islam dan pendidikan sangatlah luas. Mulai dari mendirikan klub olahraga dan kesenian hingga organisasi pelajar Islam.

Pada 1977, beliau berpulang ke rahmatullah, meninggalkan istri dan sembilan orang putra-putri yang turut melanjutkan jejak keilmuan dan kepemimpinannya.

Karya tulis beliau, seperti “Senjata Penganjur” dan “Pedoman Pendidikan Modern”, tetap menjadi rujukan bagi generasi penerus, termasuk di Pondok Modern Darussalam Gontor.

KH Zainuddin Fannanie

Lahir di Gontor Ponorogo pada 23 Desember 1908, KH Zainuddin Fannanie adalah putera keenam Kyai Santoso Anom Besari. Pendidikan beliau diwarnai dengan studi di berbagai tempat, termasuk di Padang dan Palembang.

Pengalaman beliau dalam dunia pendidikan dan kepemimpinan tak terbantahkan, mulai dari menjadi guru hingga menjabat sebagai anggota Panitia Negara Perbaikan Makanan.

Pada 21 Juli 1967, beliau meninggalkan dunia, meninggalkan satu istri dan seorang anak, Drs. H. Rusydi Bey.

KH Imam Zarkasyi

Lahir di desa Gontor pada 21 Maret 1910, KH Imam Zarkasyi adalah putera ketujuh Kyai Santoso Anom Besari. Pendidikan beliau dipenuhi dengan studi di berbagai pondok pesantren dan institusi pendidikan terkemuka.

Sebagai Direktur KMI di Pondok Modern Darussalam Gontor, beliau mengabdikan diri dalam pengembangan pendidikan Islam.

Pada 30 April 1985, KH Imam Zarkasyi berpulang ke rahmatullah, meninggalkan istri dan sebelas orang putera-puteri yang turut melanjutkan perjuangan keilmuannya.

Karya-karya tulis beliau, seperti “Senjata Penganjur” dan “Pedoman Pendidikan Modern”, tetap menjadi sumber inspirasi bagi banyak kalangan, terutama di Pondok Modern Darussalam Gontor dan pondok pesantren lainnya.