Inspirasi ~Agus Maulana

Lilik Shoimah, Dunia Pendidikan dan Pilihan Hidup

Lilik Shoimah, Dunia Pendidikan dan Pilihan Hidup Lilik Shoimah, Dunia Pendidikan dan Pilihan Hidup

FORBIS.ID– Hidup itu penuh pilihan. Seringkali kita dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana kita harus memilih dan menentukan sikap.

Setiap pilihan pastinya memiliki resiko dan konsekuensi. Lalu apa yang melandasi pilihan dan sikap seseorang ketika menentukan suatu hal?

Ada yang menggunakan pertimbangan pragmatisme dan materialisme, mana yang menguntungkan dan membuat nyaman, kenyataan hidup, dan pertimbangan pribadi lainnya.

Ada juga yang menjadikan hati nurani dan prinsip hidup sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan tersebut, kendatipun terasa pahit dan “tidak menguntungkan”. Dan ini butuh nekad, keberanian dan keyakinan. Tidak banyak yang mengambil opsi ini.

Lilik Shoimah. Alumni Gontor Putri Mantingan tahun 1998 asal Cepu. Selepas lulus sarjana di UNIDA, memilih lapangan perjuangan dan pengabdian hidupnya di dunia pendidikan.

//
//
// iklan google //
//

Bekal pengalaman sebagai bagian pengasuhan di gontor putri, menjadikannya sangat mengerti seluk beluk bagaimana mendidik dan menangani persoalan di anak didik.

Tak heran jika kemudian karirnya terus meningkat dan menjadi kepala sekolah di sebuah SDIT ternama di kawasan bogor.

Dalam perjalanan saya ke Pondok Modern Arridho Sentul, saya menyempatkan diri untuk silaturahim. Kebetulan Lilik adalah salah satu pengurus Forbis IKPM Gontor.

Sekedar mampir ngopi, karena kebetulan satu arah dan tidak jauh dari pintu tol. Saya dan beberapa rekan yang ikut, langsung disambut ramah di teras depan kawasan SDIT tersebut.

Hmm, suasana sekolahnya sangat hommy, area bermain tersedia di berbagai sudut, dan tulisan warna warni membuat situasinya tertata rapi dan menyenangkan.

Dan yang lebih membuat saya kagum adalah sekolah ini ternyata termasuk sekolah Inklusi. Yakni sekolah dimana anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama dengan anak-anak reguler lainnya. Namun anak berkebutuhan khusus tetap didampingi oleh guru pendamping selama kegiatan belajar mengajar.

Saya sempat menyapa dan menyalami beberapa anak berkebutuhan khusus tersebut. Mereka ada yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental.

Lilik Shoimah menuturkan, ada anak didiknya yang termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) tiba-tiba maju kedepan, merebut mic yang dipegang oleh gurunya dalam suatu acara, lalu ngomong nyerocos tidak jelas. Dengan sabar gurunya menunggu. Demikian juga siswa lainnya.

Ternyata, anak tersebut bermaksud ingin memimpin doa dan diaminkan oleh siswa-siswa lainnya. Disinilah kesabaran dan ketelatenan guru sangat diperlukan. Namun kondisi ini justru memberikan dampak positif bagi siswa reguler, yakni menumbuhkan sikap empati terhadap sesama dan rasa syukur atas nikmat sehat dan sempurnanya.

“Alhamdulillah, saat ini saya sudah tidak menjadi kepala sekolah lagi, hanya menjadi guru biasa” tutur Lilik Shoimah. Lho kok malah alhamdulillah? Bukannya setiap orang justru ingin terus naik karirnya? Terus terang saya terheran-heran dan penasaran.

“Inilah pilihan hidup saya” jawabnya. “Memang pilihan yang sulit, tapi saya mengikuti hati nurani serta prinsip hidup. Dan saya yakin dengan keputusan saya ini”.

Lilik Shoimah, Dunia Pendidikan dan Pilihan Hidup
Lilik Shoimah, Dunia Pendidikan dan Pilihan Hidup

Lilik kemudian bercerita bahwa kecintaannya pada dunia pendidikan sudah melekat. Pendidikan anak-anak sudah menjadi bagian hidupnya. Semua dilakukan dengan totalitas dan pengabdian tanpa batas.

Namun amanah yang diembannya sebagai kepala sekolah mengharuskannya menyelesaikan masalah administrasi sekolah terkait dengan dana bantuan operasional sekolah serta tugas-tugas kedinasan lainnya yang terkadang ada hal-hal yang mengganjal di hatinya.

Karena sudah menjadi sistem, maka tidak punya pilihan lain kecuali menjalani pekerjaan adiministratif tersebut.

Namun Lilik Shoimah tidak bisa berdamai dengan nuraninya. Ada yang terus mengganjal dalam hatinya yang kemudian mengganggu khidmatnya dalam dunia pendidikan.

Sampai akhirnya dia harus membuat pilihan. Mengundurkan diri dari jabatan kepala sekolah. Memilih menjadi guru biasa, berkonsentrasi mendidik anak-anak dan mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus.

Lilik Shoimah terus bermimpi, suatu saat bisa mempunyai lembaga pendidikan sendiri. Berbagai pengalamannya selama ini akan sangat bermanfaat untuk diimplementasikan kelak.

Tidak perlu dihadapkan pada pilihan lagi, karena pilihan hidupnya sudah jelas : mengabdikan diri dan hidupnya untuk pendidikan anak-anak yang penuh ketulusan dan kejujuran.