Abdul Hamid Husein: Kisah Anak Kampung Penjelajah Benua

Abdul Hamid Husein: Kisah Anak Kampung Penjelajah Benua Abdul Hamid Husein: Kisah Anak Kampung Penjelajah Benua

HIP Completes One Successful Year. Demikian bunyi head line media massa nasional Arab Saudi Saudi Gazette Juli1993.

Media massa berbahasa Inggris tersebut menulis, setahun keberadaan HIP (The House ofIndonesian Product) di Jeddah sukses menembus pasar Timur Tengah dengan menawarkan produk-produk unggulan dari Indonesia.

Selaku inisiator dan pendiri HIP dijeddah,capaian dan keberhasilan ini terasa istimewa bagi Abdul Hamid Husein.Kehadiran HIP yang berkantor di pusat perkantoran Sahary Center,Palestine Street, Jeddah Saudi Arabia semakin meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi, baik dalam dagang,ekonomi, maupun pariwisata.

Selain itu, HIP menjadi pembuka kerja sama bisnis dan pemasaran secara langsung produk-produk Indonesia ke negara Timur Tengah dan Afrika.

Keberadaan HIP menjadi pintu masuk hampir semua perusahaan BUMN dan beberapa perusahaan swasta di Indonesia, antara lain barang elektronik, mesin, otomotif, produk kimia, perabotan rumah dan kantor, kosmetik, pakaian, makanan, tekstil, karet, produk kertas dan lain-lain.

iklan google

Sebaliknya, HIP menjembatani impor barang komoditi dari Timur Tengah, seperti biji gandum, aspal, biji plastik, oli dan petroleum, serta bahan industry pupuk. Hamid pun ketiban berkah meraih berbagai penghargaan untuk dedikasinya, baik dari dalam maupun luar negeri.

Misalnya, HIP Alamound Great Efforts Bussines Awards 1995 Saudi Arabia, Gold Award for Excellence & Business Prestige 2002 USA, Indonesian Best Executive Golden Awards 2002 (IBEX Jakarta), ASEAN Business Men of Year Award 2002 Jakarta, Asia Pacific Economic Executive Development Golden Award 2003 Jakarta dan ASEAN Moslems Business Award 2004 Jakarta.

Kesuksesannya berangkat dari sebuah mimpi yang disempurnakan dengan aksi. Target kesuksesan yang sesungguhnya, menurut Abdul Hamid Husein, adalah bisa memberi manfaat bagi orang di sekitarnya.

Jika ditelisik ke belakang, pria kelahiran Riau, 5 Mei 1955 ini mengawali kariernya dari mimpi. Hamid lahir di daerah yang sangat terpelosok bernama Pulau Kijang Provinsi Riau.

“Perjalanan bisa memakan waktu seharian. Awalnya naik pesawat, lalu naik speedboad menyusuri sungai di tengah hutan,  lalu jalan darat,” tuturnya. Saat kecil, Hamid mengagumi seorang ustadz yang sedang menyampaikan ceramah di sebuah masjid.  

Dia seorang tentara berpangkat kolonel yang dengan gagah memakai seragam militer tampil memukau jamaah dengan lantunan ayat suci al-Qur’an.

“Paduan antara militer dan ustadz ini menarik saya untuk belajar setinggi-tingginya,” katanya. Tahun 1969, putra pertama dari dua belas bersaudara ini dikirim ke Pondok

Modern Gontor Ponorogo. Orangtuanya sangat berharap agar Hamid tumbuh menjadi anak yang jujur. Sebab, kejujuran adalah modal utama dalam berteman, berbisnis, dan berorganisasi.

“Sekali berbohong, orang tidak akan percaya sehingga rusak nama baik kita,” tuturnya. Namun, ia hanya belajar selama tiga tahun di Gontor karena memburu citacitanya menjadi seorang tentara.

Pada tahun 1973, ia mendaftar di Institut Pembina Rohani Islam Jakarta (IPRIJA) di bawah kantor Dinas Rawatan Rohani Islam Angkatan Darat (Disrohis AD). Namun baru setahun kuliah, Hamid menerima tawaran beasiswa dari King Abdul Azis University Arab Saudi cabang Mekkah yang berubah menjadi Universitas Ummul Qura.

Berbekal ijazah Ummul Qura, Hamid melamar sebagai staf di Kantor Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi (1982-1985). Di situ Hamid sering bertemu para pengusaha Indonesia dan pengusaham Saudi yang ingin ekspor impor ke Indonesia- Saudia Arabia.

Pada tahun 1985, Hamid menjadi asisten atas perdagangan RI dan banyak bertemu guru-guru dari Gontor sehingga hubungannya semakin erat. “Dari Gontor kita terbentuk kepribadiannya. Gontor memberi kunci bahasa sehingga bergaul dengan siapa saja bisa,” tuturnya.

Hamid termasuk tipe pembelajar. Ketika libur musim panas tiba, ia menggunakan waktunya untuk bekerja sebagai pegawai musiman haji atau ke Eropa untuk kerja serabutan di restoran, laundry dan kebun binatang. Kegiatan ini bukan semata-mata untuk mencari uang, tetapi untuk mencari pengalaman dan menambah wawasan bisnis.

Perjalanan kariernya semakin cerah ketika pada tahun 1991, pria yang pernah kursus bisnis ekspor dan marketing di Belanda ini mengusulkan kepada Menteri Perdagangan untuk mendirikan pusat komoditi Indonesia di Jeddah bernama The House of Indonesia Product (HIP).

Menurut pria yang ditunjuk sebagai kepala perwakilan BUMN di Jeddah tahun 1991-1995 ini, Arab Saudi adalah salah satu pasar potensial bagi aneka komoditi ekspor Indonesia sekaligus jembatan untuk masukke Yaman, Sudan, Yordania, Bahrain, Qatar, Oman dan negara Timur Tengah lainnya.

Tak terasa Hamid telah banyak belajar seni meyakinkan pembeli, membangun kepercayaan dan jaringan pengusaha-pengusaha di belahan penjuru dunia. “Itulah pengalaman ketika di Timteng yang menjadi modal besar untuk siap kerja,” paparnya kepada Majalah Gontor.

Memberi Manfaat Setelah menyelesaikan tugasnya, Hamid pulang ke Indonesia untuk menjajaki bisnis pemanfaatan tanaman mengkudu. Bersama PT MSF Group, Hamid melanglang buana ke penjuru dunia untuk menjadikan produk kaya manfaat bernama Indononi sebagai komoditi ekspor yang menjangkau pasar Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika dan Eropa.

“Indononi memiliki berbagai macam produk, seperti minuman, kapsul, tablet, the celup, sabun, shampoo, dan pasta gigi,” tuturnya. [AHMAD MUHAJIR]

Ditulis oleh: Admin Forbis

FORBIS IKPM GONTOR adalah organisasi resmi yang dibentuk oleh PP IKPM untuk menaungi alumni yang bergerak diberbagai bidang usaha dan professional bisnis.