Sebuah Catatan dari Pelantikan Pengurus Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG)
FORBIS.ID– Pagi ini saya menghubungi Kyai Anang Rikza Masyhadi via telephone untuk menyampaikan ucapan selamat atas pelantikan Pengurus Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) Periode 2020-2025 yang berlangsung sabtu 4 Maret 2023.
Ketua Umum FPAG kembali dipercayakan kepada KH Zulkifli Muhadli, S.H, M.M. Sementara KH Anang Rikza Masyhadi, M.A, Ph.D sebagai Sekjen.
Berbagai program kerja sudah digulirkan oleh FPAG dalam kurun waktu beberapa terakhir.
Diantaranya pendataan pesantren alumni, pemberian beasiswa bagi kader pondok, program digitalisasi pesantren, pendampingan pengelolaan ziswaf, penyelenggaraan dauroh di dalam dan luar negeri, serta program lainnya.
Menurut data FPAG, terdapat 420 pondok alumni gontor yang terdaftar dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Tentunya dengan ratusan ribu santrinya. Ini sebuah potensi besar. Potensi untuk menggerakkan dan melakukan perubahan dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek ekonomi.
Keberadaan Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) bisa menjadi landasan yang kuat untuk membangun sinergi bisnis antar anggota untuk mewujudkan kemandirian ekonomi pesantren.
Tentunya FPAG harus menjalin sinergi dan kerjasama dengan berbagai pihak, terutama komunitas dan forum-forum bisnis yang menjadi wadah berkumpulnya para pengusaha.
Salah satunya adalah Forum Bisnis (Forbis) IKPM Gontor yang menjadi wadah berkumpulnya para pengusaha alumni gontor yang tersebar di berbagai daerah dan menggeluti berbagai bidang bisnis.
Lalu bagaimana skema dan formulasi yang bisa dilakukan untuk mewujudkan ide dan gagasan ini ? Setidaknya ada dua konsep yang bisa diterapkan untuk membangun sinergi bisnis antara pengusaha dan pesantren.
Pertama, mencari para pengusaha yang sudah terbukti berhasil menjalankan usahanya dan menerapkan sistem management pengelolaan usahanya secara profesional dan tersistem.
Para pengusaha dengan level seperti ini akan mudah melakukan ekspansi dan pengembangan bisnis di berbagai daerah, dengan sistem management usaha yang sudah terpola dan terukur.
Kemampuan pengusaha dengan skala seperti ini sangat dibutuhkan pesantren untuk menjadi mitra dalam bersinergi mengembangkan potensi ekonomi pesantren dan lingkungannya.
Model seperti ini cocok untuk mengembangkan usaha di luar pesantren, menyasar potensi pasar yang lebih luas dari masyarakat umum, bersaing dengan usaha umum lainnya di masyarakat.
Baru-baru ini, Pondok Modern Gontor meresmikan sebuah unit usaha bengkel dengan nama Gontor Auto Service (GAS) di kota ponorogo.
Dibalik pendirian bengkel ini ada keterlibatan Agus Lio Ban Group, yang mewakafkan sistem management pengelolaan serta mempersiapkan proses pendirian dari A-Z sehingga terbangun sebuah unit bisnis yang dijalankan secara profesional.
Ini hanya sebuah contoh. Bisa jadi kedepan ada pesantren yang punya potensi untuk mendirikan bisnis serupa, baik potensi modal maupun potensi pasar.
Atau beberapa pesantren bersinergi membangun sebuah konsorsium bersama untuk mendirikan usaha seperti ini.
Ada banyak pengusaha di Forbis yang punya sistem dan pengalaman bisnis dalam berbagai bidang yang bisa dijajaki untuk menerapkan konsep sinergi dan kolaborasi dalam membangun bisnis bersama pesantren.
Sebut saja misalkan bidang perdagangan umum seperti jaringan toko besi dan bangunan, jaringan layanan kesehatan seperti klinik dan apotek, sentra produksi atau industri manufaktur, percetakan dan digital printing, serta bidang lainnya.
Kedua, menginventarisir kebutuhan pesantren dengan skala besar dan kontinue. Selama ini hampir mayoritas kebutuhan pesantren dan santri, masih bergantung pada produk luar.
Pesantren hanya berperan sebagai pemakai (user), menjadi pasar dari produk-produk yang selama ini dikonsumsi. Padahal kebutuhannya sangat besar.
Sebagai contoh, semua pesantren pasti memerlukan sabun untuk mandi, sabun untuk cuci baju, sikat gigi, pasta gigi, shampo dan perlengkapan mandi lainnya. Hampir dipastikan semua bergantung pada produk luar. Kalaupun ada beberapa yang memproduksi sendiri, itu dalam skala kecil dan sulit bersaing dalam kualitas dan kontinuitas produksi.
Atau misalkan semua pesantren pasti membutuhkan peci, sarung, mukenah, sajadah serta keperluan fashion/konveksi lainnya. Beberapa sudah melakukan produksi sendiri. Tapi lagi-lagi skala nya masih kecil, pengelolaannya masih apa adanya, kapasitas produksinya terbatas untuk keperluan sendiri.
Padahal dalam rumusan bisnis, kapasitas produksi akan menentukan banyak hal.
Mulai dari efisiensi ongkos produksi, bahan, alur produksi dan mesin serta peralatan kerja, serta faktor-faktor lainnya yang menjadi penentu daya saing produk di pasaran. Semakin besar kapasitas produksi, maka akan semakin punya keunggulan dalam bersaing di pasaran. Bargaining position terhadap berbagai hal menjadi tinggi.
Tentunya hal ini akan sulit diwujudkan jika produksi barang-barang kebutuhan pesantren tersebut dilakukan secara parsial sendiri-sendiri. Lain halnya ketika pesantren-pesantren tersebut bersatu (berjamaah) untuk membangun sebuah sentra produksi bersama untuk sebuah produk yang dibutuhkan, dengan melibatkan pengusaha yang sudah punya pengalaman dalam bidang manufaktur produk yang dimaksudkan.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan internal sejumlah pesantren yang bersinergi, juga bisa menyasar ke pasar yang lebih luas di masyarakat, baik kalangan wali santri maupun masyarakat umum dengan kualitas dan harga produk yang bersaing.
Dua skema formulasi sinergi diatas sangat mungkin untuk dijalankan di lingkungan keluarga pondok modern gontor.
Karena saat ini ada Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) yang mempunyai ratusan pesantren dan ribuan santri tersebar di berbagai penjuru daerah, juga ada Forum Bisnis (Forbis) IKPM Gontor yang mempunyai ratusan pengusaha di berbagai bidang serta pengusaha dari kalangan wali santri keluarga pondok modern gontor.
Maka, sudah saatnya ngopi bareng dan mulai membangun sinergi bisnis yang lebih serius, professional dan skala besar untuk kemandirian ekonomi pesantren dan ummat.